Turki dan Referensi Baru Kekuatan Islam (1)
Rabu, 3 September 2014 - 07:00 WIB
Kesamaan pengalaman pahit terhadap kudeta militer di Turki diolah menjadi sikap yang menguntungkan Islamis Turki yang berkuasa
mashable.com
Erdogan telah mematahkan
kekuasaan kelompok elit sekuler yang mendominasi pemerintah sejak
terbentuknya republik Turki yang modern tahun 1923 oleh Mustafa Kemal
Ataturk
Oleh:
A. Rofii Damyati dan
Arya Sandhiyudha
TANGGAL 10 Agustus 2014 adalah gerbang baru bagi
politik Turki karena baru saja menjalani Pemilihan Presiden (Pilpres)
secara langsung pertamanya dengan terpilihnya Recep Tayyip Erdoğan.
Kemudian disusul dengan terpilihnya Ahmet Davutoğlu sebagai PM Turki
yang baru.
Terpilihnya Erdoğan seakan menjadi “referendum” keberhasilan pendakian demokrasi dan ekonomi Turki selama tiga periode
Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) memimpin atau kurang lebih 12 tahun.
Ini merupakan sinyal positif bagi Turki untuk melanjutkan upayanya
mewujudkan prediksi futurolog seperti George Friedman yang mengatakan
pengaruh negara ini akan terus meningkat. Friedman mengatakan bahwa
Turki tahun 2050 akan memiliki pengaruh kuat hingga ke seluruh
negara-negara Arab Teluk (Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar), beberapa
negeri Syam (Jordan, Libanon, Suriah), dan
negara-negara Afrika Utara
(Mesir, Libya, dan Tunisia), Ukraina, Azerbaijan, Armenia, Georgia,
juga merengkuh sebagian wilayah Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan dan
juga Rusia.
Secara teoritik, tiga kali Pemilu demokratis yang telah terlaksana di
Turki dengan pendakian ekonomi yang progresif membuat Turki sebagai
negara yang telah melalui transisi demokrasi dan berada dalam kondisi
rezim demokrasi yang stabil. Semua rangkaian faktor tersebut membuat AKP
nampaknya layak percaya diri memimpin tanpa koalisi alias menganut
demokrasi mayoritarian (
majoritarian of democracy) yaitu pemerintahan yang dikelola oleh satu partai pemenang di Pemilu legislatif.
Tentu saja kisah AKP ini belum pernah ada dalam sebelumnya dalam referensi perjalanan kekuatan Islam di ranah politik (
beyond-reference).
Kenapa Turki layak disebut referensi baru (
beyond reference) dalam sejarah pemenangan kekuatan Islam, setidaknya karena ia kini menjadi kaum Islamis satu-satunya yang memimpin negara.
Sesungguhnya Turki sudah memulai “
Spring” (2002) sebelum
“Arab Spring” di tahun 2011 yang bertahan hingga kini.
Di bawah ini sekelumit catatan dari Turki yang layak direnungkan adalah:
Di Turki, mungkin karena pengalaman panjang kudeta yang sudah
berkali-kali (1960-61, 1971-73, 1980-83, dan “kudeta putih” 1997)
kemudian kaum Islamis kini menempuh jalan yang sangat berbeda dari
Islamis pada umumnya.
Pengalaman kudeta, terutama kudeta putih terhadap Erbakan pada 1997
yang merupakan mentor dari Erdoğan merupakan sentakan sejarah yang
memandu model kepemimpinan politik nasional sekaligus arah Transformasi
Islamisme Turki. Hal itu diperkuat dengan hadirnya krisis ekonomi Turki
tahun 2001. Segalanya menjadi basis rasionalitas kebijakan AKP (
rational choice) dalam mengarak langkah.
Pola suksesi yang ekstrim dalam bentuk kudeta disadari AKP sebagai
situasi yang diinisiasi oleh elit karena ada celah tindakan yang
beraroma ideologis dan memanfaatkan efektif keterbelahan sosial (
social cleavages)
yang ada, oleh karena itu Erdoğan mengambil langkah radikal dengan
mengambil langkah yang sangat berbeda dari Erbakan. Dirinya berupaya
mencairkan hubungan antara Islamis dengan Haters para Islamis (misalnya
kalangan militer, liberalis, dan ultra nasionalis), setidaknya membuat
langkah-langkah yang tidak memberikan bahan provokasi untuk berfikir
menjatuhkannya. Sebab sejatinya memang ada banyak kesamaan yang bisa
digalang, misalnya dalam mazhab ekonomi antara Islamis dan liberalis,
ataupun dalam hal kebebasan sipil, begitupun juga kesamaan pandang
terkait anti intervensi militer.
Inipula yang terlihat ketika ragam kalangan di Turki menilai isu
kudeta Mesir, apapun latar belakangnya (terutama dari kalangan islamis
dan liberal) mereka sama-sama menolak. Kesamaan pengalaman pahit
terhadap kudeta militer di Turki diolah menjadi sikap yang menguntungkan
Islamis Turki yang berkuasa.
Berpisahnya kaum modernis (
yenilikçiler) dan tradisionalis (
gelenekçiler)
untuk melepaskan sejarah dari stigma dan ini ditandai dengan sikap
Erdoğan mendirikan AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan meninggalkan
Necmettin Erbakan.
Partai Refah yang kental dengan agenda-agenda Islamis, baik retorika
(speech act), politik domestic maupun polugri seperti pembentukan D8,
yaitu fora untuk 8 negara mayoritas Muslim, digantikan pengaruhnya oleh
AKP yang berfokus pada performa ekonomi (bukan isu-isu ideologis) dengan
‘jualan politik’ pertama kalinya adalah keberhasilan Erdoğan sebagai
Wali Kota di Istanbul.
Selama 1 Dekade AKP fokus membangun performa demokrasi dan ekonomi Turki sehingga masuk ke dalam persepsi internasional.
Harapan kepemimpinan Erdoğan yang sukses memimpin Istanbul dan AKP
yang menawarkan “Sekulerisme Pasif” (jadi AKP sejatinya tetap Partai
Sekuler berasaskan demokrasi konservatif, namun bukan “sekulerisme
assertif” ala rezim sosialis-komunis (CHP) yang melarang praktik
keyakinan keagamaan di ruang publik seperti penggunaan jilbab, atau
ultra nasionalis (MHP) yang sangat diskriminatif dan represif terhadap
masyarakat Turki berdarah Kurdi).
Bahkan hingga kini, Erdoğan secara domestik masih sangat lunak dan
masih memberikan ruang bagi pengusaha Yahudi Turki, begitupun ruang
praktik sekuler seperti perjudian, miras, prostitusi, dan budaya buruk
lainnya yang masih kental terwariskan.
Sembari di sisi lain, pemerintah kemudian melakukan perubahan gradual
yang sangat hati-hati, seperti memberikan ruang kebebasan bagi Muslimah
mengenakan jilbab di institusi pendidikan dan birokrasi pemerintahan.
Itupun baru tahun 2013, setelah 10 tahun memimpin. Baru pada akhir
Oktober 2013 kemarin ada 4 anggota parlemen pertama yang berjilbab
(Sevde Bayazit Kacar, Gonul Bekin Sahkulubey, Nurcan Dalbudak, Gulay
Samanci).*/
bersambung kebebasan berislam di publik Turki
Akhmad Rofii Damyati adalah Ketua STIU Al-Mujtama’ Pamekasan, kandidat Doktor bidang Filsafat Islam pada Süleyman Demirel Üniversitesi, Turki
Arya Sandhiyudha AS, Ketua PPI Turki, penulis buku
“Inspirasi Turki: Renovasi Negeri Madani”, kandidat Doktor bid. Hub.
Internasional dari FATIH University, Turki